AMPAS KOPRA (AMATI-PASANG-KONVERSI-PRAKTIK) PADA PEMBELAJARAN TEKS NEGOSIASI KELAS  X SMA NEGERI MODEL TERPADU BOJONEGORO

TAHUN PELAJARAN 2018/2019.

 

 Yuli Ika Lestari, S.Pd

NIP. 19850930200903 2 007

 

 A. Pendahuluan

 1. Kondisi dan Situasi yang Terjadi

Hubungan antara pembelajaran Bahasa Indonesia dan fungsinya untuk mendukung interaksi kemasyarakatan adalah hubungan tak terelakkan. Adanya konteks kemasyarakatan itulah yang menyebabkan pembelajaran Bahasa Indonesia senantiasa bersifat dinamis, menyerap perubahan dan sangat dipengaruhi oleh kebijakan sosial, politik, ekonomi dan sebagainya. Pembelajaran bahasa hendaknya juga mengacu pada pembelajaran yang mampu membuka wawasan terhadap masalah sosial kemasyarakatan.

Pembelajaran bahasa dalam pendekatan kurikulum 2013 mengedepankan pembelajaran bahasa berbasis teks. Secara khusus dinyatakan dalam buku pegangan guru terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,  bahwa pembelajaran  bahasa Indonesia berbasis teks dilaksanakan dengan menerapkan prinsip bahwa (1) bahasa hendaknya dipandang sebagai teks, bukan semata-mata kaidah kebahasaan, (2) penggunaan bahasa merupakan proses pemilihan bentuk kebahasaan untuk mengungkapkan makna, (3) bahasa bersifat fungsional yaitu penggunaan bahasa tidak dapat dilepaskan dari konteks. (2013:v). Dalam paparan tersebut, tampak bahwa pembelajaran bahasa memang selayaknya memandang fungsi bahasa sebagai fungsi komunikasi, maupun fungsi pemahaman. Dalam konteks penelitian ini, kedudukan teks negosiasi ditempatkan sebagai objek pusat pembelajaran yang dieksplorasi dan direkayasa dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran yang didasarkan pada indikator kompetensi.  Negosiasi adalah bentuk interaksi sosial yang berfungsi untuk mencari penyelesaian bersama di antara pihak-pihak yang mempunyai perbedaan kepentingan. Pihak-pihak tersebut berusaha menyelesaikan perbedaan itu dengan cara-cara yang baik tanpa merugikan salah satu pihak (Kemendikbud, 2013b:134).

Tanpa disadari, proses negosiasi sering dilakukan melalui media sosial Twitter, Instagram, YouTube, Line,  e-commerce atau jual beli daring dan sebagainya. Proses negosiasi  yang dilakukan tersebut  menggunakan media tulis. Dawson (2004: 50) mengemukakan bahwa negosiasi dapat dilakukan secara lisan dan tulisan. Negosiasi dalam bentuk lisan mengutamakan kemampuan berbicara sedangkan negosiasi dalam bentuk tulisan mengutamakan penggunaan bahasa baku dan kemampuan menulis.  Dewasa ini bentuk interaksi dan negosiasi di aplikasi jual beli online atau daring semakin jamak dilakukan remaja.   Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa sebanyak 76 % warganet berbelanja online dalam kurun waktu setahun terkahir. Bahkan 48% merupakan remaja. (https://www.tribunnews.com/lifestyle/2014/01/28/remaja-indonesia-makin-royal-belanja-via-online)

Saat berbelanja, perlu dicermati gaya bahasa negosiatif yang dilakukan. Kemunculan  gaya bahasa “Ada yang bisa dibantu Sis?” atau “Boleh  keep dulu baru COD, Kakak.” Bahkan biasanya gaya negosiasi akan berlanjut dengan panggilan yang persuasif lainnya, semacam “Kakak yang shalihah, hijabnya bisa dipilih”, atau “Gampang Gan, tinggal kirim alamatnya doang.”  Panggilan sis alias sister tentu bukan wujud bahasa Indonesia yang baik. Begitu pula dengan kata keep alias disimpan sebagai calon barang yang akan dibeli.  Ragam bahasa tersebut menurunkan kualitas pemerolehan bahasa Indonesia. Dengan kata lain aka terjadi devaluasi bahasa. Dalam konteks ini, remaja sangat mudah menjadi sasaran empuk  devaluasi bahasa, terutama bahasa Indonesia.

Di pendidikan jenjang menengah,  teks negosiasi menjadi teks yang diharapkan dapat diajarkan secara proporsional sesuai dengan tahap dan tugas perkembangan peserta didik. Pertimbangan fokus pembelajaran teks negosiasi sesuai dengan kondisi kematangan kognitif dan  psikologis  siswa yang menginjak remaja akhir.   Perlu diingat bahwa kajian ini dilakukan pada siswa dengan usia siswa berkisar pada 15—17 tahun. Berdasarkan tahap kognitif, Piaget (dalam Musen, 1988:206) berpendapat bahwa siswa pada tahap ini memasuki tahap operasional konkret.  Secara lebih lanjut, dijelaskan bahwa pada tahap ini manusia menggunakan berbagai variasi operasi kognitif dan strategi dalam memecahkan masalah nyata.  Mereka cakap dan fleksibel dalam pemikiran dan pencarian alasan serta dapat melihat benda dari sejumlah perspektif atau sudut pandang lain.  Adapun ciri khas pada tahap ini adalah pemecahan masalah secara sistematis dan high order operations, yakni cara menggunakan aturan abstrak untuk memecahkan masalah. Oleh karena itu, dilihat dari segi kognitif, siswa kelas X telah memasuki tahap operasional konkret, dengan telah memiliki kemampuan untuk (1) melakukan sejumlah aktivitas kognitif yang bervariasi dan fleksibel dalam memecahkan masalah, (2) melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda, dan  (3) mampu berpikir secara abstrak dan sistematis. Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran menulis teks negosiasi yang akan dilaksanakan, kemampuan tersebut akan membantu siswa dalam menganalisis isu sosial dengan pendekatan latar perundang-undangan, untuk direspon melalui sudut pandang siswa yang  dalam bentuk teks negosiasi. Pentingnya peran teks negosiasi dalam membangun kultur etika dan kesopanan penting artinya dalam membangun manusia yang berkarakter literatif. Manusia modern dan remaja pada umunya lebih banyak melakukan phubbing  atau mabuk gawai dan tidak suka berinteraksi. Penurunan fungsi sosial ini akan memengaruhi kemampuan manusia dalam memecahkan masalah konkret dalam hidupnya.

Keterampilan menulis  dekat hubungannya dengan kemampuan bernalar (reasoning)  Itu juga mengindikasikan bahwa pembelajaran sekaligus memiliki tujuan pengasahan keterampilan bernalar siswa. Hal tersebut dimungkinkan karena dalam tahap perumusan orientasi dan  dalam pengajuan harus selaras dan diperlukan kemampuan merangkai alur yang logis sebagaimana situasi nyata.   Atas dasar kelebihan proses menulis dan membaca tersebut, pembelajaran menulis khususnya menulis negosiasi menjadi penting untuk dikembangkan agar diperoleh  metode yang mudah diaplikasikan oleh guru.

Metode pembelajaran yang  diperlukan untuk mengakomodasi kebutuhan guru perlu didasarkan pada prinsip-prinsip khusus. Dalam hal ini Bruce Joyce  (1999:6—7) menyatakan beberapa batasan model yang ‘penting’ dan ‘berefek jangka panjang’ dalam paparan berikut ini. “ the most important  long term outcome of instruction may be the students increased capabilities to learn more easily and effectively in the future, both cause of the knowledge and skill they have acquired and because they have mastered learning processes”.  Dengan kata lain, metode (maupun instruksi ) dalam pembelajaran yang berefek jangka panjang adalah yang memungkinkan siswa untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk belajar lebih mudah, dan lebih efektif, dan juga berdampak pada pengetahuan maupun keterampilan yang dikuasai siswa karena mereka telah menguasai kompetensi dalam proses pembelajaran.

Pilihan metode yang digunakan adalah AMPAS KOPRA (Amati-Pasang-Konversi-Praktik).  Metode ini memiliki kesesuaian dengan kriteria yang diharapkan dalam  pemerian acuan tahap-tahap menulis teks negosiasi. AMPAS KOPRA menitikberatkan pada konteks adanya unsur tahap yang jelas dalam mengonversi teks negosiasi. Hal ini  merupakan ciri dari Kompetensi Dasar  4.11 Mengonstruksi teks negosiasi dengan memerhatikan isi, struktur dan kebahasaan. Selain  itu, pembelajaran ini juga memiliki tahap yang rinci dan sesuai dengan penalaran induktif dan  pendekatan inkuiri. Selain itu karena mengacu pada fenomena yang berkembang di kalangan remaja bahwa Youtube menjadi primadona baru yang memberikan hiburan dan sekaligus ekspresi diri  mereka. Oleh karenanya, publikasi youtube akan menjadi muara akhir proses pembelajaran. Penerapan best practice ini secara khusus membatasi lingkup pelaksanaannya pada  Aplikasi Metode Ampas Kopra (Amati-Pasang-Konversi-Praktik) Berkelompok Pada Pembelajaran Teks Negosiasi Kelas  X SMA Negeri Model Terpadu Bojonegoro. Tujuan khususnya adalah memaparkan secara rinci proses pembelajaran menulis teks negosiasi dengan metode AMPAS KOPRA dan hasil pembelajaran pembelajaran menulis teks negosiasi dengan metode AMPAS KOPRA.

 

2. Landasan Teori

2.1 Konversi Teks Negosiasi

Menulis pada dasarnya adalah kegiatan menuangkan ide, gagasan dan pikiran dalam bentuk tulisan. Dalam sebuah kegiatan menulis terjadi pemindahan ide-ide atau gagasan-gagasan kedalam bentuk tulisan. Menurut Tarigan (2008:3), menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Senada dengan pendapat tersebut, Gie (2002), menyatakan bahwa kegiatan menulis merupakan aktivitas pengungkapan buah pikiran untuk dibaca oleh orang lain.

Berbeda dengan pendapat di atas, menurut Gagne & Briggs (1979) dalam Knapp (2005:54) menulis dapat dipandang sebagai suatu bentuk kemampuan kognitif (mengetahui, memahami, dan mempersepsi) yang kompleks. Kemampuan ini menghendaki suatu strategi kognitif yang tepat, kemampuan intelektual, informasi verbal, maupun motivasi yang tepat. Jadi kemampuan menulis tidak bersifat otomatis, melainkan harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur. Dari beberapa pendapat tersebut diketahui bahwa menulis merupakan sebuah keterampilan bahasa untuk berkomunikasi secara tidak langsung dengan orang lain, yang di dalamnya terdapat aktivitas pengungkapan buah pikiran untuk di mengerti oleh orang lain.

Aspek-aspek penilaian dalam kegiatan menulis pada umumnya sama. Secara khusus pada teks negosiasi, aspek-aspek penilaian tersebut yaitu isi tulisan, organisasi tulisan, kosa kata, penggunaan bahasa,dan mekanik/ejaan. Komponen pertama adalah isi tulisan, yang meliputi topik, pengembangan tesis, fakta pendukung, dan wawasan. Kedua, organisasi tulisan yang meliputi pengutaraan gagasan yang ielas, penyusunan organisasi yang baik, kelogisan, dan kekohesifan. Ketiga, kosa kata yang berkaitan ketepatan pilihan kata dan kesesuaian pilihan kata. Keempat, penggunaan bahasa yang dilihat dari kalimat yang digunakan. Kelima, mekanik/ejaan,yang terdiri atas ejaan dan pungtuasi.

Perbedaan yang dilakukan dalam pembelajaran KD 4.11 ini ialah melakukan kegiatan mengonstruksi teks negosiasi. Pada fokusnya KD ini menghendaki kemampuan siswa mengurutkan dan menata sebagaimana struktur teks negosiasi, yakni orientasi, pengajuan, penawaran, persetujuan dan penutup.  Secara khusus pembelajaran akan menekankan pada kemampuan mengonversi.  Mengonversi yang berpadanan kata dengan mengubah atau menukar, sejalan dengan istilah parafrase. Dalam istilah bahasa kata parafrase dianggap lebih populer dan dipahami. Aminuddin menyatakan bahwa parafrase ialah uraian dengan menggunakan kata-kata sendiri (2002:30). Secara umum lanjut Aminuddin parafrase hendaknya meliputi beberapa aspek perubahan bentuk, yakni: (1) perubahan kata kunci, dengan pilihan yang semakna, (2) perubahan bentuk kalimat, (3) perubahan bentuk ungkapan, (4) perubahan bentuk wacana misalnya dari uraian tulis menjadi lisan. Sejalan dengan pendapat tersebut, dikatakan oleh (Kemendikbud, 2013b:134) bahwa mengonversi ialah perubahan bentuk dari asal ke bentuk  yang lain atau baru. Oleh karena itulah, dalam mengkonstruksi atau menyusun ulang teks negosiasi perlu pengayaan dengan adanya kegiatan mengonversi bentuk teks negosiasi ke dalam bentuk yang lebih menarik bagi siswa.

2.2 AMPAS KOPRA (AMATI-PASANGKAN-KONVERSI-PRAKTIKKAN)

Model ini  didasarkan pada konsepsi bahwa setiap individu akan menggunakan sudut pandang yang berbeda terhadap suatu masalah. Sebagaimana namanya, AMPAS KOPRA dikembangankan dengan merujuk pada tahap inkuiri dalam pembelajaran kontekstual. Dengan kata lain model pembelajaran ini memiliki ciri penalaran induktif dalam proses pembelajaran. AMPAS KOPRA terdiri atas 4 tahap:

  1. Amati

Tahap ini berpusat pada pengamatan siswa terhadap rangsangan guru, baik visual, audio, maupun audiovisual

  1. Pasangkan

Tahap ini memasangkan struktur teks negosiasi yang masih berantakan dalam bentuk yang urut.

  1. Konversi

Pada tahap ini kelompok menentukan bentuk lain dari teks narasi yang dipasangkan menjadi teks drama pendek dengan tema tertentu yang ditentukan guru.

  1. Praktikkan

Pada tahap ini siswa mempraktikkan naskah drama yang dibuat dengan merekam dan mengunggahnya ke laman youtube. Selain itu juga ditekankan pada collaborative Learning  yang akan membuat siswa merasa lebih mandiri dan mampu menemukan solusi bersama tim. Tahap pembelajaran dapat pula dibagi menjadi dua yakni reseptif, dan produktif. Reseptif cenderung merespon rangsangan. Produktif menghasilkan sesuatu. Pada tahap inilah portofolio siswa diperoleh.

Gambar 1. Diagram Alur Fase Model Pembelajaran AMPAS KOPRA

Model AMPAS KOPRA memiliki sejumlah kelebihan, karena ia bukan hanya memiliki kelebihan tujuan instruksional,  tetapi juga memilikin efek penyerta pembelajaran (nurturrant effects).  Efek penyertanya ialah sasaran  kecerdasan sosial emosional siswa dalam pembelajaran.  Adapun efek penyerta tersebut antara lain: empati, pluralisme, bekerja sama dalam kelompok dan kemampuan untuk mengembangkan masyarakat dan keinginan untuk berkontribusi dalam masyarakat. Selain itu disadari bahwa dengan melibatkan aspek kesantunan bahasa siswa dapat menggunakan ekspresi media sosial secara bijak dan berkarakter kebangsaan.

2.3 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah  dinyatakan sebagai berikut.

  1. Bagaimana pengalaman terbaik Aplikasi Ampas Kopra (Amati-Pasang-Konversi-Praktik) Berkelompok Pada Pembelajaran Teks Negosiasi Kelas  X SMA Negeri Model Terpadu Bojonegoro Tahun Pelajaran 2018/2019?

2.4 Tujuan Pengembangan Best Practice

Pengembangan  best practice adalah ditujukan untuk  mendeskripsikan secara rinci Aplikasi Ampas Kopra (Amati-Pasang-Konversi-Praktik) Pada Pembelajaran Teks Negosiasi Kelas  X SMA Negeri Model Terpadu Bojonegoro Tahun Pelajaran 2018/2019.

2.5 Manfaat

Adapun manfaat penerapan best practice adalah sebagai berikut:

  1. Bagi guru
  2. Mengevaluasi teknik-teknik pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru
  3. Memberikan alternatif pemilihan teknik pembelajaran Bahasa Indonesia yang lebih efektif dalam membelajarkan suatu kompetensi
  4. Bagi siswa
  5. Terciptanya pembelajaran yang lebih efektif dalam mencapai suatu kompetensi dan diharapkan lebih menyenangkan
  6. Mempermudah penguasaan kompetensi oleh siswa

 

B. Penerapan Ampas-Kopra (Amati-Pasangkan-Konversi-Praktikkan)

 1. Proses Penerapan

Pembelajaran keterampilan menulis teks negosiasi dengan metode AMPAS KOPRA di kelas X SMA Negeri Model Terpadu Bojonegoro diawali dengan perencanaan. Rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat sesuai dengan rencana pada program semester yakni meliputi kompetensi inti ranah spiritual dan sosial yakni KI 1.2 dan 2.2. Adapun kompetensi ranah pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan yaitu: 4.11. Proses pembelajaran terdiri dari satu pertemuan yang masing-masing terdiri dari 2 JP dengan durasi 2 x 45 menit.

Tahap pembelajaran yang pertama adalah kegiatan pendahuluan yang meliputi, 1) salah seorang siswa memimpin berdoa, 2) guru menyampaikan salam, 3) guru mendata siswa yang tidak hadir, dan 4) guru menyampaikan kompetensi yang akan dipelajari.  Kegiatan pembuka berlangsung sekira 10 s.d 13 menit.  Pada kegiatan ini, guru menyiapkan alat bantu pembelajaran berupa tayangan  video pada komputer dan speaker active, laptop.  Selanjutnya adalah kegiatan inti.  Kegiatan inti berlangsung sekira 10 menit. Pada kegiatan inti, fokus pembelajaran adalah pada aplikasi metode AMPAS KOPRA  dan penerapan pendekatan saintifik sebagaimana amanat pelaksanaan Kurikulum 2013Tahap  pembelajaran yang dilakukan meliputi beberapa tahap, yaitu (1) amati  (2) pasangkan, (3) kolaborasi,  (4) praktikkan. Pada pelaksanan pembelajaran guru melakukan peleburan proses pembelajaran dengan cara menggabungkan setiap tahap, baik pada  metode AMPAS KOPRA  maupun pendekatan saintifik kurikulum 2013, yang  memiliki kemiripan proses dan tujuannya.  Khusus pada pertemuan pertama, kegiatan pembelajaran telah difokuskan pada analissi isi dan stuktur teks negosisasi yakni KD 3.11. Oleh karenanya pertemuan ini secara khusus terangkum pada tahap amati dan pasangkan.  Adapun  deskripsi  tiap tahap ada pada paparan berikut.

     Pertama, tahap amati. Tahap ini bertujuan untuk membangun konteks dengan menyajikan fakta dalam kehidupan nyata. Pembelajaran diawali dengan menyaksikan video dengan tema penyebaran rokok pada anak-anak di Indonesia yang diambil dari salah satu situs unggah-unduh video. Adapun video  yang dipilih  berjudul “Nego Cincai Bukalapak” yang diunduh dari Youtube (https://youtu.be/S_-mAvCUC_Q) dengan durasi 1 menit 30 detik.  Setelah menyaksikan video tersebut, kegiatan  pembelajaran yang terekam adalah sebagai berikut; (1) guru dan siswa  bertanya jawab mengenai tayangan tersebut. Guru meminta siswa mengamati tayangan  PPT tentang kalimat negosiasi yang acak. Secara bergantian, siswa diminta berpendapat.

Kedua, tahap pasangkan  Tahap ini bertujuan untuk  menumbuhkan sikap kritis siswa  dan kemampuannya bekerja kelompok. Pada tahap ini, guru melakukan serangkaian kegiatan sebagai berikut.   (1) guru membagikan lembar kerja siswa untuk mengamati kedua teks acak negosiasi tersebut, (2) siswa menarik simpulan umum mengenai, kelengkapan struktur negosiasi urutan yang benar,  (3) guru bertanya tentang pendapat siswa berkenaan dengan teks. Hasil yang tampak pada tahap ini  adalah  secara umum siswa telah dapat memilih ururan teks negosiasi yang benasr dan bahasa yang lebih sopan.

Ketiga, tahap konversi. Tahap konversi merupakan tahap pernyataan sikap siswa untuk mendukung ide yang dikemukakan penulis baik pada teks 1 maupun teks 2. Pada tahap ini siswa menyatakan secara eksplisit sikap dan pendapat mereka pada lembar kerja yang disediakan guru. Pada tahap ini siswa memilih teks yang sesuai dengan pendapat mereka kemudian merumuskan pendapat mengenai keberpihakan tersebut. Tahap konversi menunjukkan aktivitas siswa yang secara mandiri merumuskan pendapat di lembar kerja yang disediakan guru.   Tahap mengumpulkan data diawali dengan aktivitas tanya jawab. Guru terlebih dahulu meminta masing-masing ketua kelompok mengambil undian konversi. Siswa  lain adapula yang bertanya tentang boleh tidaknya merumuskan kalimat yang tidak sama dengan contoh.   Konversi ditujukan untuk mengubah bahasa tulis manjadi bahasa lisan atau dialog. Guru kemudian menginformasikan siswa untuk mengisi titik-titik pada tabel kerangka karangan yang dibagikan guru. Siswa melengkapi kerangka karangan dengan merumuskan orientasi,  pengajuan, penawaran, persetujuan.

Tahap keempat, ialah tahap praktikkan.  Salah seorang siswa mempraktikkan dialog yang telah dibuat.  Beberapa siswa diminta memberi komentar. Akhir pembelajaran ditandai dengan kegiatan penyimpulan dan penguatan oleh guru. Guru menginformasikan kegiatan yang akan dilakukan pada pertemuan selanjutnya dan target pengumpulannya. Guru menutup pembelajaran dengan salah seorang siswa membacakan doa akhir pelajaran.

2. Hasil Penerapan

Hasil pembelajaran yang teramati adalah aktivitas pembelajaran dan portofolio siswa.  Hasil pembelajaran yang ditemukan pada kegiatan pendahuluan  lebih bersifat kualitatif. Hasil pembelajaran berupa hasil pengamatan yang dilakukan. Hasil pembelajaran pertemuan pertama pada tahap pendahuluan adalah: 1) siswa mampu memimpin doa kelas, 2) siswa merespon salam yang disampaikan guru, dan 4) siswa memperoleh informasi mengenai kompetensi yang akan dipelajari. Pada tahap ini  guru sekaligus melakukan persiapan untuk menayangkan rekaman bertema rokok yang diunduh dari internet. Adapun pada pertemuan kedua, tahap pendahuluan mengindikasikan (1) siswa mampu memimpin doa bersama, (2) siswa mampu merespon salam oleh guru, (3) siswa mampu menjawab pertanyaan guru berkaitan dengan pembelajaran sebelumnya, (4) siswa memeroleh informasi yang berkenaan dengan pembelajaran yang akan dilakukan.

Pada tahap selanjutnya adalah kegiatan inti. Kegiatan inti memfokus pada empat tahap pembelajaran yang didasarkan pada konsep AMPAS KOPRA. Pertemuan pertama menitikberatkan pada tahap amati, pasangkan, konversi dan praktikkan.  Adapun hasil yang dicapai, kemudian dipilah dalam tiga indikator kemampuan, yakni kemampuan (1) mengonstruksi teks dengan urutan yang benar 2) memilih ragam bahasa yang sesuai, dan (3) mempraktikkan teks yang dibuat.  Dari aspek mengonstruksi teks dengan urutan yang benar diketahui 78,2% (18 siswa) mampu mengurutkan dengan tepat.  Sisanya 21,8% (5 siswa) merumuskan urutan dengan tidak tepat.  Pada aspek memilih ragam bahasa yang sesuai, ditemukan 8,6% (2 siswa) yang memilih ragam bahasa yang kurang sesuai dengan topik, sedangkan sebagian besar yakni 92,8% (21 siswa) mampu merumuskan ragam bahasa yang sesuai situasi. Aspek ketiga adalah kemampuan mempraktikkan teks yang dibuat.  Diketahui bahwa yang dihasilkan tahap ini adalah  sejumlah 17,4 % (4 siswa) belum tepat waktu mengirimkan video konversi teks negosiasi, sebaliknya mayoritas 72,6% (19 siswa) mampu mengumpulkan tugas konversi tepat waktu,

Pada tahap konversi, hasil pembelajaran terutama diperoleh dari portofolio siswa. Pada tahap ini pembelajaran terutama  dilihat dari penilaian karangan siswa. Aspek penilaian menekankan evaluasi  pada aspek (1) kesesuaian dengan tema, (2) kelengkapan struktur, (3) ketepatan pemilihan kata, (4) penggunaan tanda baca sesuai EyD, dan (5) ketepatan perumusan judul.

Dari aspek kesesuaian dengan tema, ditemukan sebanyak  86,9% (20 siswa) sesuai tema, 4,3% (1  siswa) cukup sesuai dan 8,6% (2 orang) mengembangkan tema dengan kategori kurang sesuai.  Aspek kedua adalah kelengkapan struktur. Diketahui bahwa sejumlah  47,8% (11 siswa) menulis dengan struktur yang lengkap, dan 47,8% (11 siswa) mengembangkan kerangka dalam struktur yang kurang lengkap. Sisanya, sejumlah 4,3% (1 siswa) tidak mampu mengembangkan karangan sesuai dengan struktur teks negosiasi.

Dari aspek ketepatan pemilihan kata, diketahui bahwa 56,5% (13 siswa) mampu memilih diksi dengan kategori baik,  namun 34,8% (8 siswa) masih mengembangkan diksi dengan kategori cukup, sisanya 8,6% (2 siswa) mengembangkan karangan dengan  kemampuan pengembangan diksi pada kategori kurang. Pada aspek penggunaan tanda baca dan ejaan, diketahui bahwa 43,4% (10 siswa) mampu mengaplikasikan penggunaan tanda baca dan ejaan dalam kategori baik, sebaliknya 52,1% (12 siswa ) menggunaakan tanda baca dan ejaan dalam kategori cukup, selebihnya 4,6% (1 siswa) menggunakan tanda baca dan ejaan dalam kategori kurang.

Aspek terakhir adalah perumusan judul. Hasil menunjukkan bahwa 43,4% (10 siswa) merumuskan judul dengan kategori baik, 26% (6 siswa ) merumuskan judul dengan kategori cukup, dan 30,4% (7 siswa) merumuskan judul dengan kategori kurang. Secara umum karangan siswa dapat diketahui dengan nilai skor rata-rata 79,2 dengan  rentang tertinggi 90 dan terendah 52,8. Jika dilihat dari skala nilainya, maka rata-rata kemampuan menulis teks negosiasi siswa masuk dalam kategori B.

Hasil pembelajaran dengan menggunakan model AMPAS KOPRA dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1. Perbandingan Skor  Penerapan AMPAS KOPRA (pada Pembelajaran Menulis Teks Negosiasi Kelas X

KelompokSKOR PORTOFOLIO SISWAHASIL AKHIR
Kerangka Karangan NegosiasiTeks Negosiasi
Rata-rataKategoriRata-rataKategoriRata-rataKategori
Atas 84B+89,5A86,75A-
Tengah 82,8B+79,5B81,15B+
Bawah 74,2B68,8C71,5B-
Rata-rata80,3B+79,2B79,8B

 

3.Analisis  Hasil Penerapan

Penerapan AMPAS KOPRA  menghasilkan produk. Produk yang dihasilkan merupakan hasil dari tahap konversi. Pada akhir tahap konversi, pembelajaran menghasilkan portofolio berupa kerangka karangan siswa. Dari hasil kerangka diketahui bahwa  siswa belum sepenuhnya memiliki kompetensi  menyusun kerangka dengan struktur negosiasi yang lengkap.

Beberapa melewati salah satu struktur negosiasi yang wajib . Misalnya tidak adanya orientasi namun langsung dialog penawaran.

Pedagang      : “Ini HP yang kamu pesan kemarin.”

Pembeli           : “Berapa harganya?”

(Ananta/X IPS 2)

Ada pula yang melewatkan tahap penutup. Artinya setelah kesepakatan tidak ada narasi atau dialog yang mengakhiri pembiicaraan seperti pada contoh berikut.

….

Pegawai Bank : “Baiklah, Ibu akan kami beri pinjaman 200 juta.”

Ibu                   : “Alhamdulillah”

(Risma/X IPS 2)

Pembelajaran  juga menunjukkan bahwa siswa mampu merumuskan konversi narasi dan deksripsi dalam teks negosisasi yang dibaca ke dalam bentuk naskah drama pendek untuk diunggah di Youtube. Siswa juga telah mampu memilih pilihan kata yang santun dan tepat sebagai bentuk orientasi. Namun bentuknya tidak dapat konsisten dan masih banyak dipengaruhi bahasa daerah.

Hansip : “ Stop! Stop. Mohon maaf, Mbak saya tidak bisa mengizinkan Anda lewat.”

Pelajar : “ Aduh, please, saya buru-buru.” (https://youtu.be/UnfvN4Fw0G0)

Temuan tersebut sejalan dengan pendapat  yang menyatakan bahwa “pernyataan tesis  arau orientasi haruslah merupakan kalimat sederhana dan deklaratif. …dalam tahap penulis permulaan, hendaklah selalu berupa pernyataan.” (Tarigan, 2008:86).

Adapula yang sudah mampu menyusun kalimat sesuai situasi nyata di masyarakat dengan mengedepankan aspek  kesantunan.

      Anak    : “Bapak saya ingin kuliah di Malang.”

     Bapak : “Mengapa? Kamu itu sebaiknya jadi polisi saja.”(https://youtu.be/BN4zcdTDqJ8 )

Adapun salah satu contoh yang baik dari penggunaan bahasa yang santun tampak pada teks drama berikut ini.

              Warga       : “ Assalamualaikum Pak Lurah.”

             Lurah       : “Oya. Silahkan masuk.”

          Warga         : “Begini Pak, saya mau tanya tentang persyaratan untuk membuat KTP baru Pak.” (http://youtu.bej1DgXU-gbl4 )

Secara umum disimpulkan bahwa dari hasil konversi siswa 82% menonjol dalam aspek edit dan pemberian efek audiovisual. Hal ini wajar karena siswa telah lebih banyak bersinggungan dengan teknologi digital dan telah terbiasa menggunakan beragam aplikasi edit video. Selain itu dari sekilas tanya jawab, diketahui pula bahwa siswa merasa bersemangat untuk mengunggah hasil videonya ke youtube agar mendapat apresiasi dari warganet.

4. Deskripsi Kendala Pelaksanaan Pembelajaran  

Pada aplikasi Ampas Kopra (Amati-Pasang-Konversi-Praktik)  dalam  Pembelajaran Teks Negosiasi Kelas  X SMA Negeri Model Terpadu Bojonegoro terdapat beberapa  kendala dalam pelaksanaan pembelajaran, yakni:

  1. Guru mengalami kesulitan saat mengobesrvasi pembelajaran secara mandiri, sehingga dikhawatirkan tafsiran data dan hasil pembelajaran dapat berubah.
  2. Model pembelajaran yang relatif baru sehingga guru kesulitan dalam membandingkan hasil penelitian sejenis.
  3. Saat proses pembelajaran tidak semua siswa memahami konteks teori sebagaimana diamanatkan kurikulum, hal ini terjadi karena sebaran materi yang berbeda dari kurikulum KTSP dan K 13.

Selain itu,  sejumlah kendala teknis yang  ditemui dalam pembelajaran best practice, antara lain:

  1. Jumlah siswa yang hadir kurang sehingga penerapan metode tidak konsisten  dapat diamati hasilnya. Beberapa siswa masih terlambat mengumpulkan tugas.
  2. LCD proyektor kurang dapat berfungsi maksimal, sehingga perlu diambilkan LCD dari ruang lain
  3. Keaktifan siswa berpusat hanya pada beberapa siswa.
  4. Dalam menganalisis temuan hasil pembelajaran, guru mengalami sejumlah kendala, yakni:
  5. Hasil yang diharapkan perlu ditafsirkan dengan merujuk pada referensi yang tepat, namun di sekolah kurang adanya pustaka penunjang.

5. Rencana Tindak Lanjut

Berdasarkan hasil proses  pembelajaran AMPAS KOPRA dalam pembelajaran teks negosiasi kelas  X di SMA Negeri Model Terpadu Bojonegoro, dihasilkan sejumlah rencana tindak lanjut, yakni :

a) Tindak lanjut internal

Secara internal hasil pembelajaran dengan penerapan AMPAS KOPRA (Jusrisprudential Inquiry Model ) dalam pembelajaran teks negosiasi kelas  X di SMA Negeri Model Terpadu Bojonegoro, direncanakan akan ditindaklanjuti sebagai berikut:

  1. Disemimasi pada forum pertemuan internal sekolah
  2. Pengembangan metode sejenis pada pembelajaran menulis secara umum bukan hanya pada teks negosiasi
  3. Penyempurnaan metode dengan memperhatikan hasil yag ditemukan dalam pelaksanaan pembelajaran.

b)  Tindak lanjut eksternal

  1. Pengikutsertaan laporan best practice dalam ajang lomba atau kompetisi pengembangan bahan ajar guru
  2. Penyampaian hasil pembelajaran dalam forum pertemuan guru mapel misalnya MGMP

C. Simpulan dan Saran 

  1. Simpulan 

Adapun simpulan penerapan best practice yang dilaksanakan antara lain:

  1. Aplikasi Ampas Kopra (Amati-Pasang-Konversi-Praktik)  Pada Pembelajaran Teks Negosiasi Kelas X SMA Negeri Model Terpadu Bojonegoro dilaksanakan pada satu kali tatap muka dengan enam tahap pembelajaran yakni (1)  Amati, (2) Pasang, (3) Konversi (4) Praktik ditambah dengan tahap akhir yakni publikasi karya di Youtube.
  2. Hasil Aplikasi  Ampas Kopra (Amati-Pasang-Konversi-Praktik) Pada Pembelajaran Teks Negosiasi Kelas  X SMA Negeri Model Terpadu Bojonegoro menunjukkan bahwa; (1) keterampilan menyusun kerangka teks negosiasi melalui penerapan AMPAS KOPRA (pada siswa kelas X  termasuk dalam kategori baik,  dan (2)  keterampilan menulis teks negosiasi melalui penerapan AMPAS KOPRA  pada siswa kelas X termasuk dalam kategori baik.
  3. Ditinjau dari aspek proses pembelajaran, hasil penelitian menunjukkan: (1) pembelajaran yang diawali campuran rangsangan audiovisual dan membaca mampu merangsang suasana pembelajaran yang lebih kondusif, (2) kemampuan melakukan tahap pasangkan diperoleh dari teks yang disajikan guru, (3) tahap konversi  yakni perumusan tesis  menggunakan acuan kalimat deklaratif dan dibuat dalam bentuk naskah drama pendek,  (4) tahap praktik paling menarik hari siswa karena membuat mereka dapat berkreasi dengan aplikasi Yuotube.

2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, perlu dirumuskan beberapa saran bagi guru pengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia, dan peneliti selanjutnya.  Kepada guru bahasa Indonesia, disarankan untuk mengaplikasikan AMPAS KOPRA pada pembelajaran di sekolah, yakni agar penelitian  lanjutan dengan  materi tentang AMPAS KOPRA sejenis dapat dilakukan bukan hanya pada KD menulis, namun dapat pula untuk keterampilan produktif lain, misalnya berbicara.  Selain itu, model ini juga dapat dikembangkan dalam cakupan penelitian kegiatan menulis teks lainnya, misalnya menulis laporan hasil observasi,  prosedur kompleks dan eksplanasi.

 

Daftar Rujukan 

Aminuddin, 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Algesindo

Dawson, Roger. 2010. Seni Negosiasi: Seni Canggih yang Melejitkan Kesuksesan Anda (Secret of Power Negotiating). Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

Gie, The Liang. 2002. Terampil Mengarang. Yogyakarta : Andi.

Joyce, Bruce dan Marsha Weil dan Emily Calhoun. 1999. Models of Teaching (Model-model Pembelajaran). Jogjakarta: Pustaka Pelajar ISI

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2013. Bahasa Indonesia: Ekspresi Diri dan Akademik. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia.

Knapp, Peter dan Megan Watkins . 2005. Genre, Text, Grammar: The Technologies for Teaching and Assesing Writing. Sydney: University of New South Wales Press Ltd Miles,

Musen, Paul Henry, John Janeway Conger, Jerome Kangan dan Aletha Carol Huston. 1988. Perkembangan dan Kepribadian Anak. Jakarta: Erlangga.

Tarigan, Henry Guntur.2008. Menulis: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.